Jumat, 12 April 2013

15 Langkah Efektif Untuk Menghafal Al Qur'an

Sesuatu yang paling berhak dihafal adalah Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah Firman Allah, pedoman hidup umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling sering dulang-ulang oleh manusia. Oleh Karenanya, seorang penuntut ilmu hendaknya meletakan hafalan Al Qur’an sebagai prioritas utamanya. Berkata Imam Nawawi : “ Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Kalau sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri dengan hadits dan fikih atau materi lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al Quran. “()
( ) Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66
Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al Qur’an yang disebutkan para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut :
Langkah Pertama : Pertama kali seseorang yang ingin menghafal Al Qur’am hendaknya mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan membantu anda dan menjauhkan anda dari rasa malas dan bosan. Suatu pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya akan terus dan tidak berhenti. Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.
Langkah Kedua : Hendaknya setelah itu, ia melakukan Sholat Hajat dengan memohon kepada Allah agar dimudahkan di dalam menghafal Al Qur’an. Waktu sholat hajat ini tidak ditentukan dan doa’anyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal ini sebagaimana yang diriwayat Hudzaifah ra, yang berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى
“ Bahwasanya Rosulullah saw jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan sholat. “()
Adapun riwayat yang menyebutkan doa tertentu dalam sholat hajat adalah riwayat lemah, bahkan riwayat yang mungkar dan tidak bisa dijadikan sandaran. ()
Begitu juga hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra yang menjelaskan bahwa Rosulullah saw mengajarkan Ali bin Abu Thalib sholat khusus untuk meghafal Al Qur’an yang terdiri dari empat rekaat , rekaat pertama membaca Al Fatihah dan surat Yasin, rekaat kedua membaca surat Al Fatihah dan Ad Dukhan, rekaat ketiga membaca surat Al Fatihah dan Sajdah, dan rekaat keempat membaca surat Al Fatihah dan Al Mulk, itu adalah hadist maudhu’ dan tidak boleh diamalkan. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa hadist tersebut adalah hadits dhoif . ()
Langkah Ketiga : Memperbanyak do’a untuk menghafal Al Qur’an. ()
Do’a ini memang tidak terdapat dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdo’a menurut kemampuan dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdo’a seperti ini :
اللهم وفقني لحفظ القرآن الكريم ورزقني تلاوته أناء الليل وأطراف النهار على الوجه الذي يرضيك عنا يا أرحم الراحمين .
“ Ya Allah berikanlah kepada saya taufik untuk bisa menghafal Al Qur’an, dan berilah saya kekuatan untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan tuntunan-Mu , wahai Yang Maha Pengasih “.
Langkah Keempat : Menentukan salah satu metode untuk menghafal Al Qur’an. Sebenarnya banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al Qur’an, Masing-masing orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya. Akan tetapi di sini hanya akan disebutkan dua metode yang sering dipakai oleh sebagian kalangan, dan terbukti sangat efektif :
Metode Pertama : Menghafal per satu halaman ( menggunakan Mushaf Madinah ). Kita membaca satu lembar yang mau kita hafal sebanyak tiga atau lima kali secara benar, setelah itu kita baru mulai menghafalnya. Setelah hafal satu lembar, baru kita pindah kepada lembaran berikutnya dengan cara yang sama. Dan jangan sampai pindah ke halaman berikutnya kecuali telah mengulangi halaman- halaman yang sudah kita hafal sebelumnya. Sebagai contoh : jika kita sudah menghafal satu lembar kemudian kita lanjutkan pada lembar ke-dua, maka sebelum menghafal halaman ke-tiga, kita harus mengulangi dua halaman sebelumnya. Kemudian sebelum menghafal halaman ke-empat, kita harus mengulangi tiga halaman yang sudah kita hafal. Kemudian sebelum meghafal halaman ke-lima, kita harus mengulangi empat halaman yang sudah kita hafal. Jadi, tiap hari kita mengulangi lima halaman : satu yang baru, empat yang lama. Jika kita ingin menghafal halaman ke-enam, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman dua, tiga, empat dan lima. Untuk halaman satu kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali. Jika kita ingin menghafal halaman ke-tujuh, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman tiga, empat, lima, dan enam. Untuk halaman satu dan dua kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali, dan begitu seterusnya.
Perlu diperhatikan juga, setiap kita menghafal satu halaman sebaiknya ditambah satu ayat di halaman berikutnya, agar kita bisa menyambungkan hafalan antara satu halaman dengan halaman berikutnya.
Metode Kedua : Menghafal per- ayat , yaitu membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga atau lima kali secara benar, setelah itu, kita baru menghafal ayat tersebut. Setelah selesai, kita pindah ke ayat berikutnya dengan cara yang sama, dan begiu seterusnya sampai satu halaman. Akan tetapi sebelum pindah ke ayat berikutnya kita harus mengulangi apa yang sudah kita hafal dari ayat sebelumnya. Setelah satu halaman, maka kita mengulanginya sebagaimana yang telah diterangkan pada metode pertama . ()
Untuk memudahkan hafalan juga, kita bisa membagi Al Qur’an menjadi tujuh hizb ( bagian ) :
  1. Surat Al Baqarah sampai Surat An Nisa’
  2. Surat Al Maidah sampai Surat At Taubah
  3. Surat Yunus sampai Surat An Nahl
  4. Surat Al Isra’ sampai Al Furqan
  5. Surat As Syuara’ sampai Surat Yasin
  6. Surat As Shoffat sampai Surat Al Hujurat
  7. Surat Qaf sampai Surat An Nas
Boleh juga dimulai dari bagian terakhir yaitu dari Surat Qaf sampai Surat An Nas, kemudian masuk pada bagian ke-enam dan seterusnya.
Langkah Kelima : Memperbaiki Bacaan.
Sebelum mulai menghafal, hendaknya kita memperbaiki bacaan Al Qur’an agar sesuai dengan tajwid. Perbaikan bacaan meliputi beberapa hal, diantaranya :
a/ Memperbaiki Makhroj Huruf. Seperti huruf ( dzal) jangan dibaca ( zal ), atau huruf ( tsa) jangan dibaca ( sa’ ) sebagaimana contoh di bawah ini :
ثم —— > سم / الذين —- > الزين
b/ Memperbaiki Harakat Huruf . Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat di bawah ini :
1/ وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمات ( البقرة : 124 ) —- > )إبراهيمُ ﴾
2/ وَكُنْت ُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ( المائدة : 116 )
وَكُنْت ُ < ——— > كُنْتَ
3/ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يتَّبَعَ أَمْ مَنْ لَا يَهِدِّي إِلَّا أَنْ يُهْدَى ( ونس : 35 ) —- > أم من لا يَهْدِي
4/ رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلَّانَا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ( فصلت :29 ) —– > الَّذِين
5/ فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ ﴾ الحشر: 17) —– > خالدِين فيها
Langkah Keenam : Untuk menunjang agar bacaan baik, hendaknya hafalan yang ada, kita setorkan kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika bacaan kita salah. Kadang, ketika menghafal sendiri sering terjadi kesalahan dalam bacaan kita, karena kita tidak pernah menyetorkan hafalan kita kepada orang lain, sehingga kesalahan itu terus terbawa dalam hafalan kita, dan kita menghafalnya dengan bacaan tersebut bertahun-tahun lamanya tanpa mengetahui bahwa itu salah, sampai orang lain yang mendengarkannya akhirnya memberitahukan kesalahan tersebut.
Langkah Ketujuh : Faktor lain agar bacaan kita baik dan tidak salah, adalah memperbanyak untuk mendengar kaset-kaset bacaan Al Qur’an murattal dari syekh yang mapan dalam bacaannya. Kalu bisa, tidak hanya sekedar mendengar sambil mengerjakan pekerjaan lain, akan tetapi mendengar dengan serius dan secara teratur. Untuk diketahui, akhir-akhir ini - alhamdulillah - banyak telivisi-telelivisi parabola yang menyiarkan secara langsung pelajaran Al Qur’an murattal dari seorang syekh yang mapan, diantaranya adalah acara di televisi Iqra’ . Tiap pekan terdapat siaran langsung pelajaran Al Qur’an yang dipandu oleh Syekh Aiman Ruysdi seorang qari’ yang mapan dan masyhur, kitapun bisa menyetor bacaan kita kepada syekh ini lewat telpun. Rekaman dari acara tersebut disiarkan ulang setiap pagi. Selain itu, terdapat juga di channel ” Al Majd “, dan channel- channel televisi lainnya. Acara-acara tersebut banyak membantu kita di dalam memperbaiki bacaan Al Qur’an.
Langkah Kedelapan : Untuk menguatkan hafalan, hendaknya kita mengulangi halaman yang sudah kita hafal sesering mungkin, jangan sampai kita sudah merasa hafal satu halaman, kemudian kita tinggal hafalan tersebut dalam tempo yang lama, hal ini akan menyebabkan hilangnya hafalan tersebut. Diriwayatkan bahwa Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits yang hafalannya sangat terkenal dengan kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku dan diulanginya berkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan dalam rumah itu ada nenek tua. Karena seringnya dia mengulang-ulang hafalannya, sampai nenek tersebut bosan mendengarnya, kemudian nenek tersebut memanggil Ibnu Abi Hatim dan bertanya kepadanya : Wahai anak, apa sih yang sedang engkau kerjakan ? “ Saya sedang menghafal sebuah buku “ , jawabnya. Berkata nenek tersebut : “ Nggak usah seperti itu, saya saja sudah hafal buku tersebut hanya dengan mendengar hafalanmu.” . “ Kalau begitu, saya ingin mendengar hafalanmu “ kata Ibnu Abi Hatim, lalu nenek tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah kejadian itu berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi Hatim datang kembali kepada nenek tersebut dan meminta agar nenek tersebut menngulangi hafalan yang sudah dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama sekali tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak ada satupun hafalannya yang lupa. () Cerita ini menunjukkan bahwa mengulang-ulang hafalan sangatlah penting. Barangkali kalau sekedar menghafal banyak orang yang bisa melakukannya dengan cepat, sebagaimana nenek tadi. Bahkan kita sering mendengar seseorang bisa menghafal Al Qur’an dalam hitungan minggu atau hitungan bulan, dan hal itu tidak terlalu sulit, akan tetapi yang sulit adalah menjaga hafalan dan mengulanginya secara kontinu.
Langkah Kesembilan : Faktor lain yang menguatkan hafalan adalah menggunakan seluruh panca indra yang kita miliki. Maksudnya kita menghafal bukan hanya dengan mata saja, akan tetapi dibarengi dengan membacanya dengan mulut kita, dan kalau perlu kita lanjutkan dengan menulisnya ke dalam buku atau papan tulis. Ini sangat membantu hafalan seseorang. Ada beberapa teman dari Marokko yang menceritakan bahwa cara menghafal Al Qur’an yang diterapkan di sebagian daerah di Marokko adalah dengan menuliskan hafalannya di atas papan kecil yang dipegang oleh masing-masing murid, setelah mereka bisa menghafalnya di luar kepala, baru tulisan tersebut dicuci dengan air.
Langkah Kesepuluh : Menghafal kepada seorang guru.
Menghafal Al Qur’an kepada seorang guru yang ahli dan mapan dalam Al Qur’an adalah sangat diperlukan agar seseorang bisa menghafal dengan baik dan benar. Rosulullah saw sendiri menghafal Al Qur’an dengan Jibril as, dan mengulanginya pada bulan Ramadlan sampai dua kali katam.
Langkah Kesebelas : Menggunakan satu jenis mushaf Al Qur’an dan jangan sekali-kali pindah dari satu jenis mushaf kepada yang lainnya. () Karena mata kita akan ikut menghafal apa yang kita lihat. Jika kita melihat satu ayat lebih dari satu posisi, jelas itu akan mengaburkan hafalan kita. Masalah ini, sudah dihimbau oleh salah seorang penyair dalam tulisannya :
العين تحفظ قبل الأذن ما تبصر فاختر لنفسك مصحف عمرك الباقي .
“ Mata akan menghafal apa yang dilihatnya- sebelum telinga- , maka pilihlah satu mushaf untuk anda selama hidupmu. “()
Yang dimaksud jenis mushaf di sini adalah model penulisan mushaf. Di sana ada beberapa model penulisan mushaf, diantaranya adalah : Mushaf Madinah atau terkenal dengan Al Qur’an pojok, satu juz dari mushaf ini terdiri dari 10 lembar, 20 halaman, 8 hizb, dan setiap halaman dimulai dengan ayat baru. Mushaf Madinah ( Mushaf Pojok ) ini paling banyak dipakai oleh para pengahafal Al Qur’an, banyak dibagi-bagikan oleh pemerintah Saudi kepada para jama’ah haji. Cetakan-cetakan Al Qur’an sekarang merujuk kepada model mushaf seperti ini. Dan bentuk mushaf seperti ini paling baik untuk dipakai menghafal Al Qur’an.
Disana ada model lain, seperti mushaf Al Qur’an yang dipakai oleh sebagain orang Mesir, ada juga mushaf yang dipakai oleh sebagain orang Pakistan dan India, bahkan ada model mushaf yang dipakai oleh sebagian pondok pesantren tahfidh Al Qur’an di Indonesia yang dicetak oleh Manar Qudus , Demak.
Langkah Keduabelas : Pilihlah waktu yang tepat untuk menghafal, dan ini tergantung kepada pribadi masing-masing. Akan tetapi dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, disebutkan bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا و أبشروا ، واستعينوا بالغدوة والروحة وشئ من الدلجة
“ Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang mempersulit diri dalam agama ini kecuali dia akan capai sendiri, makanya amalkan agama ini dengan benar, pelan-pelan, dan berilah kabar gembira, serta gunakan waktu pagi, siang dan malam ( untuk mengerjakannya ) “ ( HR Bukhari )
Dalam hadist di atas disebutkan waktu pagi ,siang dan malam, artinya kita bisa menggunakan waktu-waktu tersebut untuk menghafal Al Qur’an. Sebagai contoh : di pagi hari, sehabis sholat subuh sampai terbitnya matahari, bisa kita gunakan untuk menghafal Al Qur’an atau untuk mengulangi hafalan tersebut, waktu siang siang, habis sholat dluhur, waktu sore habis sholat Ashar, waktu malam habis sholat Isya’ atau ketika melakukan sholat tahajud dan seterusnya.
Langkah Ketigabelas : Salah satu waktu yang sangat tepat untuk melakukan pengulangan hafalan adalah waktu ketika sedang mengerjakan sholat –sholat sunnah, baik di masjid maupun di rumah. Hal ini dikarenakan waktu sholat, seseorang sedang konsentrasi menghadap Allah, dan konsentrasi inilah yang membantu kita dalam mengulangi hafalan. Berbeda ketika di luar sholat, seseorang cenderung untuk bosan berada dalam satu posisi, ia ingin selalu bergerak, kadang matanya menengok kanan atau kiri, atau kepalanya akan menengok ketika ada sesuatu yang menarik, atau bahkan kawannya akan menghampirinya dan mengajaknya ngobrol . Berbeda kalau seseorang sedang sholat, kawannya yang punya kepentingan kepadanya-pun terpaksa harus menunggu selesainya sholat dan tidak berani mendekatinya, dan begitu seterusnya.
Langkah Ketigabelas : Salah satu faktor yang mendukung hafalan adalah memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ) . Biasanya seseorang yang tidak memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ), hafalannya akan tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Ayat yang ada di juz lima umpamanya akan terbawa ke juz sepuluh. Ayat yang mestinya ada di surat Surat Al-Maidah akan terbawa ke surat Al-Baqarah, dan begitu seterusnya. Di bawah ini ada beberapa contoh ayat-ayat serupa ( mutasyabihah ) yang seseorang sering melakukan kesalahan ketika menghafalnya :
- ﴿ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ﴾ البقرة 173 < ———— > ﴿ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ) المائدة 3 ، والأنعام 145، و النحل 115
- ( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير الحق ) البقرة : 61
( إن الذين يكفرون بآيات اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير حق ) آل عمران : 21
( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنبياء بغير حق ) آل عمرن : 112
Untuk melihat ayat –ayat mutasyabihat seperti ini secara lebih lengkap bisa dirujuk buku – buku berikut :
  • Duurat At Tanzil wa Ghurrat At Ta’wil fi Bayan Al Ayat Al Mutasyabihat min Kitabillahi Al Aziz , karya Al Khatib Al Kafi.
  • Asrar At Tikrar fi Al Qur’an, karya : Mahmud bin Hamzah Al Kirmany.
  • Mutasyabihat Al Qur’an, Abul Husain bin Al Munady
  • ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, karya Abu Dzar Al Qalamuni
Langkah Kelimabelas : Setelah hafal Al Qur’an, jangan sampai ditinggal begitu saja. Banyak dari teman-teman yang sudah menamatkan Al Qur’an di salah satu pondok pesantren, setelah keluar dan sibuk dengan studinya yang lebih tinggi, atau setelah menikah atau sudah sibuk pada suatu pekerjaan, dia tidak lagi mempunyai program untuk menjaga hafalannya kembali, sehingga Al-Qur’an yang sudah dihafalnya beberapa tahun di pesantren akhirnya hanya tinggal kenangan saja. Setelah ditinggal lama dan sibuk dengan urusannya, ia merasa berat untuk mengembalikan hafalannya lagi. Fenomena seperti sangat banyak terjadi dan hal itu sangat disayangkan sekali. Boleh jadi, ia mendapatkan ijazah sebagai seorang yang bergelar ” hafidh ” atau ” hafidhah “, akan tetapi jika ditanya tentang hafalan Al- Qur’an, maka jawabannya adalah nihil.
Yang paling penting dalam hal ini bukanlah menghafal, karena banyak orang bisa menghafal Al Qur’an dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga hafalan tersebut agar tetap terus ada dalam dada kita. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang benar-benar istiqamah dengan orang yang hanya rajin pada awalnya saja. Karena, untuk menjaga hafalan Al Qur’an diperlukan kemauan yang kuat dan istiqamah yang tinggi. Dia harus meluangkan waktunya setiap hari untuk mengulangi hafalannya. Banyak cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an, masing-masing tentunya memilih yang terbaik untuknya. Diantara cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an adalah sebagai berikut :
  • Mengulangi hafalan menurut waktu sholat lima waktu. Seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu, hal ini hendaknya dimanfaatkan untuk mengulangi hafalannya. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya. Sebelum sholat umpamanya :i sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah. Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzkir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz setiap hari pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.
  • Ada sebagian orang yang mengulangi hafalannya pada malam saja, yaitu ketika ia mengerjakan sholat tahajud. Biasanya dia menghabiskan sholat tahajudnya selama dua jam. Cuma kita tidak tahu, selama dua jam itu berapa juz yang ia dapatkan. Menurut ukuran umum, kalau hafalannya lancar, biasanya ia bisa menyelesaikan satu juz dalam waktu setengah jam. Berarti, selama dua jam dia bisa menyelesaikan dua sampai tiga juz dengan dikurangi waktu sujud dan ruku.
  • Ada juga sebagian teman yang mengulangi hafalannya dengan cara masuk dalam halaqah para penghafal Al Qur’an. Kalau halaqah tersebut berkumpul setiap tiga hari sekali, dan setiap peserta wajib menyetor hafalannya kepada temannya lima juz berarti masing-masing dari peserta mampu menghatamkan Al Qur’an setiap lima belas hari sekali. Inipun hanya bisa terlaksana jika masig-masing dari peserta mengulangi hafalannya sendiri-sendiri dahulu.
( Bersambung pada masalah lain dalam seri ” Sukses Belajar ” volume : 3 )
( ) Hadist riwayat Abu Daud ( no : 1319 ), dishohihkan oleh Syekh Al Bani dalam Shohih Sunan Abu Daud , juz I, hal. 361
( ) Untuk mengetahui secara lebih lengkap tentang derajat hadits tersebut bisa dirujuk : Abu Umar Abdullah bin Muhammad Al Hamadi, Al Asinatu Al Musyri’atu fi At Tahdhir min As Solawat Al Mubtadi’ah, ( Kairo, Maktabah At Tabi’in, 2002 ) Cet Pertama, hal. 97 -120
( ) Ibid, hal.21-39
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Ashal Nidham Li Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Maktabah Al Islamiyah, 2002 ) Cet. Ke-Tiga, Hal. 13
( ) Ali bin Umar Badhdah, Kaifa Tahfadu Al Qur’an, hal. 6
( ) Ibid. hal 12
( ) Abu Dzar Al Qalamuni, ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Dar Ibnu Al Haitsam, 1998 ) Cet Pertama, hal.16
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Op. Cit, Hal. 15

( ) Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66

Cara mengatasi Siswa Bermasalah Di kelas ( Karakter Kompetensi Kepribadian Guru Profesional)


 Kank kami ini serba sulit ,jika kami sedikit bertindak keras kepada siswa bisa menjadi persoalan besar bagi sekolah ,karena orang tua siswa tidak terima ,tapi jika kami” lunak” anak anak ini sering bermasalah di dalam kelas ...Lantas kami  harus bagaimana...?

 
 9.Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. QS As Syams 9-10




 Menghadapi siswa saat ini bukan pekerjaan mudah apalagi jika inputnya  memang terdiri dari anak anak yang  tidak terkondisi hidup teratur dan biasa patuh pada aturan. Apalagi jika mereka berbuat ulah di dalam kelas ,kesulitan guru adalah merespon sekaligus menguasai kelas ,classroom Management. Terlebih di era kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ,segala pengalaman siswa yang tidak menyenangkan bisa saja ditulis di jejaring sosial mereka tanpa terdeteksi guru bersangkutan apalagi jika gurunya sendiri pun tidak menguasai TIK khususnya pengolahan jejaring sosial. 

 Semestinya guru bersangkutan menjadi pribadi yang dapat dipercaya siswa sebelum mereka memutuskan untuk mencurahkan permasalahannya di jejaring sosial mereka .Untuk menjadi guru yang bisa dipercaya siswa guru tersebut harus dapat mengembangkan kompetensi kepribadiannya  setidaknya seperti :

1.       Tidak Tergesa- gesa Marah


 Perilaku siswa bermacam macam dan tidak jarang bisa sangat menjengkelkan sehingga beberapa guru mengatakan” kami harus bagaimana lagi berbagai cara sudah kami lakukan ya sudah akhirnya kami pukul ...guru kan juga manusia..!”.Padahal dibalik ulah siswa yang bermasalah itu ada berbagai latar belakang... Bisa jadi latar belakangnya adalah permasalahan pribadi yang dihadapi siswa itu sendiri,bisa jadi munculnya masalah karena mereka merespon anda sebagai guru yang dianggap mendatangkan masalah baginya dsb. Intinya jangan tergesa gesa marah ...

 Guru bersangkutan harus menyadari menghadapi beragam perilaku siswa termasuk siswa bermasalah adalah tantang bagi kompetensi kepribadian guru,justru lantaran itulah keberadaan guru dibutuhkan bukankah pembelajaran adalah menumbuhkan  perubahan perilaku kearah kebaikan dan kemajuan.

 Dengan sikap tidak tergesa gesa marah itulah anda sebagai guru dapat melihat sisi lain dari perilaku siswa yang bermasalah itu. Dal hal ini guru harus mampu put your self in the other shoes artinya menepatkan diri  dari sisi siswa dengan latar belakang  permasalahan yang dihadapinya. Kalau seandainya anda jadi dia ...


 Guru harus  tahu apakah permasalahan siswanya adalah masalah psikologis atau neurotik yang memang membutuhkan bantuan tenaga ahli . Maka dari itu guru tidak boleh tergesa gesa marah agar dapat mengenali gangguan perilaku akibat masalah yang dihadapi siswa.

2.       Hasrat dan Minat Membantu Kesulitan Siswa.


 Dalam mengatasi permasalahan siswa guru bersangkutan harus memiliki hasrat yang kuat  untuk membantu memecahkan persoalan  yang dihadapi siswa sekaligus ,memiliki minat untuk  mempelajari jalan keluarnya. Disinilah peran rasa empati guru dibutuhkan dikarenakan rasa empati guru dapat meningkatkan perasaan  peka terhadap realitas yang dihadapi siswanya  (to be sensitive the reality )  sekaligus berpikir jalan keluarnya,sense to goal.

 Rasa empati ini amat penting bagi guru agar dapat menyusun rencana pembelajaran berbasis kebutuhan belajar siswa. Dengan adanya rasa empati guru bersangkutan dapat mengenali ,memberikan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi siswa sekaligus dapat mengelola konflik perasaan yang dihadapi guru bersangkutan. Guru yang memiliki rasa empati atas permasalahan yang dihadapi siswa biasanya lebih  dihargai siswanya karena dianggap yang paling mengerti persoalan diri peserta didik.

3.       Miliki Strategi Pembelajaran Berbasis Permasalahan Siswa.

 Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran atau merencanakan strategi pengelolaan kelas bukan sekedar rutinitas administrasi saja melainkan juga kemampuan guru berpikir imajinasi tentang situasi kelas yang bakal dihadapinya. Kemampuan guru dalam memvisualisasikan platform pembelajarannya semestinya sudah mencakup situasi real yang dihadapi siswa di dalam kelas . Harus mampu menjawab tantangan kesulitan yang bakal dihadapinya termasuk solusi efektivitas pembelajaran...

 Memang menyusun rencana /strategi pembelajaran tidak serta merta  dapat langsung menyelesaikan masalah namun setidaknya guru bersangkutan memiliki rencana tindakan strategis atas situasi “perang ‘ yang bakal dihadapinya. Dalam hal mengatasi permasalahan siswa atas siswa bermasalah harus dilakukan secara bertahap.Tidak boleh tergesa gesa ,termasuk memang harus berkonsultasi dengan berbagai pihak seperti dengan guru/wali  kelas  sebelumnya,kepala sekolah ,orang tua siswa,  pengawas sekolah dan para ahli( psikolog /psikiater).

 Tugas guru di masa depan memang tidak mudah ,namun jika guru memiliki hasrat belajar yang kuat semua persoalan bisa diatasi . Termasuk belajar menghadapi tantangan  permasalahan siswa dan siswa bermasalah.

Kamis, 11 April 2013

Pentingnya Pendidikan Al-Qur'an Pada Anak

Orang tua mana yang tidak bangga jika memiliki anak di usia dini (seusia anak SD) sudah pintar membaca Al Qur’an. Terlebih lagi yang mampu hafal Al Qur’an 30 Juz. Mungkin, tidak hanya orangtuanya yang bangga, tapi orang lain pun akan sangat kagum dengan kehebatan anak kita.
Sayangnya, pada zaman kita saat ini munculnya seorang anak yang masih kecil hafal Al Qur’an, menjadi barang yang sangat langka, hal ini tentu bertolak belakang dengan anak-anak jaman sekarang,  umumnya mereka tidak bisa membaca Al Qur’an.
Begitu semangatnya para orang tua yang ingin anaknya menguasai dan hafal Al Qur’an 30 Juz di usia dini, telah mendorong para orang tua melakukan usaha dengan berbagai cara. Entah cara tersebut selaras atau tidak dengan perkembangan jiwa anak, entah sesuai atau tidak dengan hak-hak anak, yang penting anak bisa hafal Al Qur’an.
Akhirnya, keinginan dan harapan untuk bisa hafal Al Qur’an di usia dini bukan merupakan kesadaran seorang anak yang ditanamkannya sejak dini. Tetapi lebih pada keinginan para orang tua yang cenderung dipaksakan. Lucunya lagi, orang tuanya justru banyak yang tidak bisa atau tidak punya kemampuan dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an.
Jika kita mengamati perjalanan proses belajar mengajar di lembaga semacam pondok pesantren yang menampung anak-anak kecil seusia SD, untuk dididik menjadi penghafal Al-Qur’an 30 Juz. Mereka tinggal di pondok selama 24 jam dan jauh dari orang tua. Padahal sebenarnya anak seusia SD masih sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tuanya.
Masa kecil adalah masa di mana seorang anak ingin dekat dengan orang tuanya dan ingin mendapatkan bimbingan langsung dari orang tua. Hanya karena idealisme orang tualah, akhirnya mereka harus rela terpisah dengan orang tua. Jika pun mereka dapat bertemu hanya sesaat semata, kalaupun ingin memberikan perhatian pada sang buah hati biasanya uang saja yang datang.
Jika saja seorang anak bisa berargumen, mungkin dirinya akan mencoba meluruskan idealisme orang tuanya. Akan tetapi bagaimana mungkin anak sekecil itu mampu menolak. Bahkan, dia menangis meronta pun orangtua akan tetap bersikukuh meninggalkannya di pesantren bersama sang ustadz. Karena orang tua, senantiasa memberikan nasehat, bahwa semua yang dilakukannya demi masa depan dirinya.
Keinginan orang tua untuk memiliki anak yang hafal Al Qur’an 30 juz dengan cara seperti ini,  jelas tidak realitis dengan kondisinya. Dirinya berkeinginan anaknya bisa hafal Al Qur’an 30 juz, bagaikan sosok Imam Syafi’i yang mampu hafal Al Qur’an 30 Juz di usia dini, yakni 7 tahun. Tetapi perangkat dan kemampuan yang dimiliki para orang tua tidak cukup memberikan dukungan terhadap cita-cita tersebut. Beberapa perbedaan nyata antara kita dan Imam Syafii antara lain:
  • Silsilah atau garis keluarga, kebanyakan kita tidak memiliki sisilah keluarga yang paham Islam ataupun hafal Al Qur’an, beda jauh dari silsilah imam Syafii bukan?
  • Lingkungan dimana kita tinggal, tidak sebagaimana lingkungan zaman Imam Syafi’i, yang begitu menghargai pendalaman ilmu Al-Quran.
  • Dari sisi bahasa, bukankah membaca buku dalam bahasa Indonesia jauh lebih mudah dibanding bahasa lain? Lalu kira-kira, orang mana yang lebih mudah memahami sekaligus menghafal Al Quran?.

Saya tidak bermaksud untuk menghalangi Anda mendidik anak usia dini bisa hafal Al Qur’an, asal keinginan tersebut memang selaras dengan perkembangan anak dan tidak perlu harus ditarget untuk hafal 30 Juz di usia dini (yang terpenting bisa hafal Al Qur’an, mungkin di usia SLTA baru hafal Al Qur’an, atau syukur-syukur di usia SLTP sudah hafal Al Qur’an 30 Juz),  terlebih lagi jika keinginan tersebut harus memisahkan anak anda dari diri anda selaku orang tua.
Biarkan anak Anda menikmati masa kanak-kanaknya dengan nyaman berserta Anda disampingnya. Penuhilah hak anak dengan sempurna,  agar dia kelak nanti ketika tumbuh besar atau dewasa tidak menuntut haknya kembali pada Anda selaku orang tua. Berikan kasih sayang dengan tulus dengan baik, selagi mereka bersama-sama Anda. Ajarkan Al Qur’an pada anak kita dengan semampunya dan alamiyah saja, tanpa harus menghilangkan hak anak kita bermain, tanpa harus memisahkan anak kita dari kita selaku orang tua.
Mengajarkan Al-Qur’an selaras dengan perkembangan anak, sebagaimana yang saya sampaikan di atas akan terwujud dengan baik, jika pengajaran Al-Qur’an tersebut langsung dipegang oleh para orang tua atau bisa juga Anda titipkan pada seorang guru qiroah, namun anak Anda setiap hari masih bisa ketemu dengan Anda.
Kalau kita melihat hikmah pengajaran shalat untuk anak. Rasulullah n memberikan tuntunan pada usia 7 tahun anak diajak dan disadarkan untuk sholat, jadi tanpa diberikan sanksi, tetapi jika anak sudah mencapai usia 10 tahun anak tetap tidak sholat, ia baru diseri sanksi. Jika seorang anak sudah baligh maka ia tidak boleh meninggalkan sholat sampai akhir hayat.
Jika untuk shalat yang merupakan kewajiban yang paling utama saja, Islam sangat menghormati perkembangan dan kepribadian anak, sampai benar-benar siap dan mampu menjalankan amanah dengan benar. Tapi, mengapa dalam bersoalan membaca Al Qur’an kita seringkali mengabaikan perkembangan dan kepribadian anak.
Saya punya pengalaman yang menarik terkait tema di atas, tepatnya pada saat saya dulu mengajar tahfizh shighor (anak-anak usia SD) di salah satu pondok pesantren. Pada waktu itu, anak-anak yang saya bimbing berumur 6 hingga 9 tahun, proses bimbingan tahfizh yang lakukan tidak bisa berjalan dengan baik, bahkan target dan kualitas hafalan pun sangat buruk sekali, saya sediri waktu itu heran dan bertanya-tanya.
Setelah saya selidiki, ternyata banyak dari mereka yang sering menangis tanpa sebab, ketika ditanya, mereka menjawab,  ”Kangen sama Umi”. Saat saya membimbing mereka, mereka umumnya mengalami kegoncangan kepribadian, tidak seperti anak-anak yang tumbuh bersama orang tuanya.
Bahkan belum lama ini saya mendengar dari seorang teman lama, bahwa anaknya si A yang dulu –pada saat mondok- berumur 6 tahun itu, sekarang telah telah berumur 20 tahun. Saat ini anaknya sudah tidak mau mondok dengan alasan bosan, tidak mau sekolah dan juga tidak mau bekerja. Aktivitasnya di rumah hanya bersama Uminya, santai, bermain-main dan berjalan-jalan saja.
Dia juga tidak mau merampungkan menghafalnya Seakan anak ini ingin mengganti masa kecil dulu yang takkan pernah kembali, padahal sekaranglah seharusnya dirinya siap untuk ke luar untuk beramal dan mencari pengalaman hidup. Cerita yang saya sampaikan ini mungkin saja mewakili sekian banyak anak yang terampas hak-haknya oleh para orang tuannya sendiri.
Sebagai akhir tulisan, semestinyalah pendidikan Al Qur’an anak-anak kita kembali kepada diri kita selaku orang tua. Sebagai ibu yang amanah, wajib bagi kita membekali diri kita dengan Al Qur’an, sehingga tidak perlu kita renggut kebebasan masa kecil anak kita dari bermain dan dekat bersama kita. Allahummarhamnaa bil Quran..